Review Novel: The Devil in Black Jeans


The Devil in Black Jeans
The Devil in Black Jeans by aliaZalea

My rating: 3 of 5 stars



Setelah dipikir-pikir lama-lama aku selalu beli bukunya AliaZalea bukan lagi karena yakin aku bakal suka sama ceritanya tapi emang dasarnya udah jatuh cinta sama tulisan Alia, jadi apapun bukunya kalo itu baru keluar aku pasti penasaran dan mengabaikan buku lainnya dan langsung beli deh.
*duh, kenapa gak penting gini ya?*

Kali ini reviewku mungkin nggak akan terlalu memuji-muji tulisan Alia kayak sebelumnya karena aku udah baca hampir semua bukunya dan semakin lama itu membuatku jadi mudah membandingkan tulisan Alia dari yang dulu sampai sekarang. Dan karena itu pula aku jadi semakin melihat perkembangan yang dihasilkan dari tulisan-tulisan Alia. Pada dasarnya aku selalu suka sama segala cerita yang dituangkan dalam buku-bukunya dia, karena seperti yang aku bilang, bahwa ia adalah penulis favoritku. Dan aku akui bahwa novelnya Alia SELALU bagus. Karena buktinya aku selalu beli dan selalu penasaran sama ide dia berikutnya. Aku juga sebenernya cukup suka sama pembawaan karakter-karakter di setiap bukunya. Sayangnya, entah kenapa aku malah ngerasa perkembangan cerita-cerita di buku Alia malah semakin menurun, termasuk di buku ini. Itu bukan berarti aku nggak suka, karena kalo temen-temen baru baca buku Alia mulai darisini juga mungkin langsung kejer-kejer ketagihan, tapi ini pandanganku aja yang ngikutin perkembangan novelnya.


Hal yang paling bikin aku seneng adalah karena karakter di buku sebelumnya tetap di sangkut pautkan dibuku berikutnya sehingga pembaca mengetahui kehidupan berikutnya si tokoh di buku sebelumnya. Hanya saja, setelah membaca semua buku Alia, entah kenapa semakin kesini, meskipun tokohnya berbeda, aku selalu merasa mereka selalu di tampilkan dengan emosi yang mirip satu sama lain. Terutama yang cewek. Itu membuatku merasa bahwa keunikan tokoh di bukunya jadi tidak terlalu terasa karena sifat dan sikapnya hampir selalu mirip satu dengan yang lain. Yang membuatku tetap merasa bahwa tokohnya memiliki sesuatu yang berbeda dari buku yang lain adalah karena pekerjaan mereka dan penjelasan sekilas bahwa tokoh satu seorang playgirl, yang satu seorang mandiri, yang lain seorang jenius. Tapi diluar itu, tokohnya selalu di tampilkan dengan cara yang sama.

Di buku sebelumnya Dara adalah seseorang yang paling sering gonta-ganti pacar, tapi di DBJ karakter dara adalah seperti dia belum pernah pacaran sebelumnya. Yah, beberapa memang diceritakan seberapa pengalamannya dara dengan beberapa cowok sebelum Jo. Tapi hanya penjelasan singkat dan itu tidak membuatku kemudian berfikir 'wow, ternyata Dara memang benar-benar berpengalaman'. Ada beberapa bagian dimana kemudian aku melihat Dara berbeda dengan karakter yang digambarkan di buku sebelumnya. Ehm, tapi untuk karakter Revel sama Ina aku cukup suka, karena itu membuatku ingin menengok lebih jauh tentang kehidupan rumah tangga mereka. Sedangkan Jo? Well, aku juga cukup tidak puas dengan pembawaannya yang terkesan sering jutek dan gampang uring-uringan, padahal jelas-jelas di buku sebelumnya dia itu tipe yang ceria. Perbedaan tokoh itu membuatku merasa bahwa mereka adalah tokoh yang berbeda dari buku sebelumnya, tapi pembawaannya malah jadi mirip sama peran utama di buku sebelumnya yang berarti itu adalah tokoh lain.

Yang berikutnya adalah alur. Ini juga semakin lama entah kenapa aku merasa semakin hambar. Idenya udah cukup bagus dan aku sebenernya memang suka sama ide-ide yang membuat tokoh yang dipasangkan memiliki intensitas bertemu yang dominan. Sayang aku nggak terlalu menyukai pembawaan alurnya. Nggak terlalu banyak scene yang bikin aku deg-degan waktu baca meskipun ada. Bertengkar yang jadi cinta sebenernya bukan tema favoritku, tapi terkadang yang bisa bikin aku seneng adalah kedekatan yang bikin aku terharu. Sayang aku nggak bisa nemuin kedekatan yang semakin lama membuatku semakin terharu. Yang ada aku malah ngerasa kayak di paksain. Nggak muluslah.

udah gitu, aku juga nggak yakin dimana klimaksnya karena nggak terasa terlalu 'wah', eh tiba-tiba aja udah antiklimaks dan bagian yang bikin deg-degan malah di bagian akhir-akhir buku. Setelah aku amati lagi, mungkin karena pengambilan sudut pandangnya di buat dua kali yaitu dari sisi dara dan Jo, sehingga yang dominan disini malah justru karena mereka menginginkan satu dengan yang lain secara fisik. Yah, emang sih aku tau banget kalo perasaan mereka yang kemudian membuat mereka ingin ini-itu dan pikiran kotor yang berserakan, tapi pembawaan tokoh di novel ini nggak terlalu terasa dari sisi 'perasaan' masing-masing. Aku berharap di pertengahan buku udah bisa dibikin terharu kayak novel sebelumnya, tapi yang kudapati malah hampir di akhir-akhir doang.

Aku berharap buku Alia selanjutnya bisa jauh lebih baik karena aku justru jauh menyukai bukunya dia yang awal-awal kayak Miss Pesimis atau Blind Date. Idenya mungkin nggak terlalu segar, tapi pembawaan karakternya bisa bikin aku deg-degan hampir di setiap scene dan adegan ketika tokohnya bersama. Dan aku bahkan bisa sering ngerasa terharu sehingga di klimaksnya aku juga merasa berhasil dibikin nangis dan antiklimaksnya juga bisa bikin aku teriak girang. Entah apakah karena itu buku pertamanya dia yang aku baca, tapi yang jelas aku cinta banget sama novel-novel Alia yang awal yang lebih banyak membawa perasaan pembaca daripada pikiran-pikiran mengenai sex. Emang sih seperti yang aku bilang kalo ciri khas Alia memang ada di bagian cerita tentang keinginan tokoh satu dengan yang lain secara fisik. Tapi entah kenapa di novelnya yang dulu, pembaca bisa terhanyut bukan hanya sekedar bayangan tentang fisik tapi juga perasaan dan itu yang bikin aku suka sama Alia. Aku nggak tau kenapa semakin kesini sexual yang di ceritakan malah kayak terlalu menye-menye sehingga feelingnya nggak bikin aku pingin kejer-kejer gitu.

Well, apapun itu. Overall aku tetep suka sama novel ini karena aku tetep dibikin penasaran dan nggak berhenti baca sampai akhir. Dan pandanganku dengan metropop tetap di atas novel Teentlit yang jauh di bawah ini pebawaannya hehe. Gitu aja sih. Oke, see you in my next review.



View all my reviews

Komentar