Review Film Miracle in Cell No. 7



Tema keluarga memang sudah terbukti menjadi andalan film korea, terlebih diantaranya selalu berhasil membuatku menangis, mulai dari yang hanya menitikkan air mata sampai cegukan karena terlalu banyak menumpahkan air mata. Yah, yang pasti film keluarga dari korea sampai saat ini belum ada yang terlalu mengecewakanku.

Miracle in Cell No. 7, sesuai judulnya merupakan kehadiran keajaiban di sebuah sel penjara nomor 7. Dimana salah satu dari penghuninya adalah seorang pria yang cacat mental tetapi memiliki hati yang luar biasa baik, dan memiliki cinta luar biasa terhadap satu-satunya anak perempuannya yang masih TK. Ada banyak yang bisa disampaikan melalui film ini, termasuk di dalamnya ketidakadilan di dalam hukum yang belakangan memang sering terlihat di drama-drama korea yang mengangkat tema hukum.

Awalnya aku hanya bisa melihat sosok ayah cacat mental yang hidup dengan anaknya yang cantik dan manis. Kemudian dilanjutkan oleh adanya kesalahpahaman yang bukannya diluruskan oleh para penegak hukum, tetapi justru dijadikan bahan untuk membunuh tersangka yang sebenarnya sama sekali tidak bersalah. Itulah yang mungkin ingin dititikberatkan melalui film ini, bahwa ada kerusakan yang cukup parah di ranah hukum yang dalam film ini dinyatakan sebagai hilangnya prinsip praduga tak bersalah. Uang dan kedudukan menjadi salah satu hal yang diprioritaskan lebih dari keadilan itu sendiri. Baru-baru ini aku baru selesai menonton drama You’ll Surrounded, yang didalamnya juga menceritakan kekacaukan hukum seperti ini.

Menariknya, film ini dikemas dengan alur maju-mundur, sehingga aku sering merasa gatal untuk mengulang lagi film ini. Tidak terlalu berharap kisah ini akan berakhir bahagia, tapi lebih terasa real untuk kasus ini sendiri. Bahwa ‘mungkin’, melalui film ini, kita mendapat gambaran bahwa kesalahan hukum seperti itu bisa jadi memang ada. Menggunakan kekuasaan untuk membunuh orang-orang tidak bersalah tapi memakai embel-embel hukum. 

Syukurlah film ini tidak kemudian dikisahkan dengan sendu dari awal hingga akhir. Banyak hal yang membuatku tertawa sehingga penempatan unsur komedi menjadi layak untuk dimasukkan dan itu membuat film ini terasa lebih seimbang. Bisa jadi karena kita memang dipersiapkan untuk menangis hebat di akhir, sehingga hal-hal manis sengaja diletakkan di awal. 

Penghuni sel penjara no. 7 ini untungnya memiliki karakter-karakter yang luar biasa unik. Berakhir di penjara karena kejahatan tidak kemudian membuat mereka tidak memiliki hati sama sekali. Justru terjalin persahabatan di dalam sel itu sendiri. Ada banyak kisah yang menarik, yang sering membuatku berfikir ‘apakah penjara memang memungkinkan para penghuninya tetap merasa bahagia seperti itu?’. Karena sejujurnya, di dalam sel ini hanya tawalah yang sering aku lihat. Bermacam-macam kejadian mulai terjadi di dalam sel itu. Cukup adil memang, karena sifat baik tokoh utama membuat orang-orang di dalam penjara menjadi simpatik padanya. Para tahanan yang biasanya emosian berbondong-bondong untuk bisa membuat tokoh ini merasa lebih bahagia. Bahkan sampai kepala sipir pun ikut menolongnya.

Tidak ada yang bisa dilakukan memang kalau sudah kalah oleh hukum. Apapun bisa saja terjadi, tetapi kebaikan hati manusia tetap akan dibalas oleh kebaikan yang sama pula di akhir. Meskipun ceritanya mungkin tetap berakhir sad ending, tapi aku merasa kisah ini tetap memberikan kesempatan penontonnya untuk memiliki harapan lebih terhadap akhir kisah dari kesalahpahaman ini. Setidaknya, cerita ini tidak open ending, yang kupikir bukan jenis ending favoritku, tapi ada kejelasan mengenai apa yang terjadi pada tokoh utama. Karena tokoh utamanya ada dua, yaitu ayah dan anak. Meskipun kisah sang ayah berakhir dengan cukup tragis, tetapi setidaknya perjuangan sang anak – well, mungkin masa lalu tetap tidak di ubah – bisa membawa hasil yang membuatnya tetap bisa melangkah untuk maju.

Tidak seperti kisah berlatar belakang hukum yang sering kita saksikan di drama-drama korea, karena ini 'film', mungkin ceritanya menjadi lebih cepat, meskipun porsinya bagiku tetap cukup. Karakter tokoh utama, tidak seperti di dalam drama, merupakan tokoh yang periang dan penuh kasih sayang sehingga ia tetap tumbuh besar dengan terus berfikiran positif kecuali keadilan yang ingin dicapainya demi orang yang telah mendapat perlakuan yang tidak hormat. Dan aku cukup menyukainya, tokoh ini menjadi tidak biasa karena tidak dipenuhi dendam. Karena sifat ayahnya yang baik, sifat anaknya yang baik pula sehingga orang-orang disekelilingnya pun merupakan orang-orang baik. Aku senang sekali dengan adanya tokoh-tokoh pendukung lain yang diletakkan sebagai lingkungan yang penuh kasih sayang kepada tokoh Yea Seung. Jadi di awal, ada satu pernyataan yang ia uangkapkan bahwa dirinya sama sekali tidak kesepian, dimana itu menegaskan bahwa gadis ini tetap tumbuh dengan karakter yang baik, tidak berubah apapun dari masa kecilnya. Kepahitan di masa lalu, yang kemudian diungkapkan sebagai inti dari film ini, dan cukup tragis menurutku, dan gadis ini tetap tumbuh dengan ceria, menurutku itu sangatlah luar biasa, dan aku ingin mengucap syukur karena gadis ini dilindungi dan disayangi oleh banyak orang, meskipun ayahnya harus meninggal dengan tidak hormat.

SPOILER!

Ah, satu lagi. Perasaan yang paling terasa dan pemicu untukku menangis tersedu di akhir film ini adalah perasaan ketika kau harus tetap berusaha tersenyum ketika mengetahui dengan pasti bahwa satu-satunya orang yang kamu cintai akan mati dengan cara tidak terhormat dan kamu, tidak bisa melakukan apapun untuk mencegahnya. Satu-satunya orang yang kamu cintai mendapatkan hukuman mati untuk kesalahan yang sama sekali tidak diperbuat dan itu karena kesalahpahaman yang sebenarnya hanya muncul karena adanya rasa simpatik, ditambah dengan ketidakmampuan untuk melawan hukum. Padahal sebenarnya ia sangat ingin hidup, ingin memeluk anaknya dan menemaninya setiap har. Tapi apa daya, ia harus meninggalkan anaknya, melepaskan anaknya untuk bisa hidup seorang diri di dunia yang keras, dan dia, harus mati tanpa seorangpun memiliki kendali untuk mencegah hal tersebut terjadi.

Itu. Perasaan itu, ketidakmampuan itu yang membuatku menangis. Kekejaman yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.


Salam, ADLN_haezh

Komentar