Menelaah Editing pada Film Sci Fi 'INCEPTION'


Inception merupakan film dengan genre sci-fi atau fiksi Ilmiah yang dipadu dengan action. Cerita utama yang diangkat di film ini adalah mengenai perjalanan ke dalam sebuah mimpi dimana mimpi memiliki tingkatan yang bisa terus ditembus hingga ke bagian paling bawah pada alam bawah sadar. Keunikan dari film ini terdapat pada penceritaan yang membutuhkan perhatian pada detail-detail terkecil untuk mampu memahami alur dan motif-motif yang disampaikan. Motif-motif tersebut muncul tidak tidak langsung dalam bentuk pola dan simbol-simbol sehingga dibutuhkan interprestasi yang lebih jauh dalam memahami beberapa hal pada film ini.

Termasuk pada bagian editing yang juga menggunakan pola-pola serupa untuk menimbulkan pengalaman yang lebih jauh kepada penonton. Editing dalam film Inception memiliki pengaruh yang sangat besar dari suksesnya film ini sendiri dalam menciptakan dramatik dan pemikiran mendalam pada setiap adegannya. Secara garis besar, dari segi editing, film ini mampu menciptakan ritme tegang pada bagian-bagian aksi dan ritme dramatik pada bagian ceritanya sehingga porsinya dibangun dengan pas dan sesuai, cerita dapat mengalir dan dapat dipahami melalui kesatuan satu shot dengan shot yang lainnya. Selain itu, adapun unsur pembentukan editing dalam film Inception dibagi atas beberapa hal sebagai berikut:

1. BENTUK EDITING

Bentuk editing ada beberapa macam yaitu Cut, Wipe, Dissolve, Fade In/Out. Pada Cut, editing lebih fokus pada perpindahan secara langsung dari satu shot ke shot yang lain tanpa adanya transisi. Wipe lebih ditujukan kepada transisi bentuk, sedangkan dissolve adalah transisi halus dari satu shot ke shot yang lain sehingga perpidahannya tidak terasa kasar, sedangkan Fade In/Out lebih kepada transisi yang berakhir ke warna hitam atau putih untuk menunjukkan bahwa satu scene atau adegan telah berakhir.

Film Inception lebih fokus pada penggunaan Cutting. Cut digunakan hampir pada keseluruhan film Inception. Kegunaannya selain untuk menyambungkan satu gambar ke gambar lain tanpa adanya perubahan waktu diantaranya, cut pada film ini juga digunakan untuk memberikan ritme dramatik dan fleksibelitas untuk menunjukkan bagaimana alur cerita dan gaya penceritaan dari film ini sendiri. Banyak adegan ini yang menunjukkan perubahan scene dan waktu yang drastis tetapi tetap menggunakan cutting dalam perpindahannya sehingga kita tidak diberikan waktu untuk menerka-nerka apakah konteks cerita masih dalam waktu yang sama. Tetapi maksud dari penggunaan cut yang demikian disinkronkan dengan tujuan dari cerita ini dan genrenya yang merupakan fiksi ilmiah.

Penonton diberikan lebih banyak waktu untuk memikirkan cerita dalam film ini dan memperhatikan detail-detail untuk menyatukan maksud-maksud yang ingin disampaikan dalam setiap adegan. Ada adegan montase yang diceritakan pada adegan tim Cobb tengah menyusun rencana untuk bisa menginvansi mimpi Fischer tetapi tidak ada satu kalipun dissolve yang digunakan untuk memberikan penegasan terhadap perubahan waktu pada setiap scene, tetapi justru tetap dengan menggunakan cutting dalam setiap perpindahan scene. Hal tersebut masih digabungkan dengan ilustrasi musik yang memungkinkan kita ikut merasakan ketegangan dalam pemikiran para tokohnya. 

Jika melihat dari bentuk ceritanya, ada banyak sekali adegan flashback atau bahkan adegan-adegan ketika tokoh masuk ke dalam sebuah mimpi. Tetapi bahkan tanpa adanya fade in fade out ataupun transisi dalam perpindahan scene itu kita tetap bisa mengerti bahwa saat itu adegan telah berpindah ke scene yang lain. Itulah kenapa penonton haruslah benar-benar mencermati film ini, karena ketika fokus kita teralihkan sedangkan cerita tengah berpindah ke scene lain, dan bahwa poin penting dalam memahami perubahan adegan itu adalah dengan mencermati adegan tepat pada shot sebelumnya ketika adegan di cut ke shot lain, maka bisa dipastikan kita akan kehilangan arah mengenai kemana dan dimana adegan tersebut terjadi.

Cut dalam film Inception juga membantu penonton untuk memahami bahwa semua yang terjadi di setiap adegan bukan hanya sebuah mimpi atau bayangan masa lalu seperti yang diungkapkan film ini, tetapi film ini ingin mengajak penontonnya untuk merasakan semua pengalaman secara nyata bukan seolah sedang berada di dalam film. Itu juga ditunjang oleh penggunaan cut tanpa transisi dari satu adegan ketika masih di masa kini kemudian berpindah ke masa lalu atau bahkan ke dalam mimpi.

Dengan penggunaan Cut kita jadi merasa bahwa ketika adegan diceritakan sedang berada di dalam mimpi yang kita rasakan bukan berada di dalam mimpi, tetapi tetap berada di dalam kehidupan nyata.

Penggunaan transisi pada film ini ditambahkan untuk menekankan unsur dramatiknya bukan untuk penegasan bahwa waktu atau scene pada adegan telah berubah. Hal ini bisa dilihat dari tidak munculnya transisi-transisi ketika tokoh tengah berpindah dari kondisi sadar ke alam bawah sadar tetapi ada di bagian lain yang memunculkan bagian tersebut. Jika dilihat secara sekilas, bisa dibilang hal itu menghilangkan kekonsistenan dalam perpindahan scenenya, tetapi jika dilihat dari pola ceritanya, munculnya transisi dikarenakan emosi yang dialami pemainnya.

Adegan ketika Cobb pada adegan ia akan melakukan tidur di dalam kamar hotel pada mimpi tingkat kedua dan di bagian itu ia terus-menerus mendapat gambaran mengenai waktu terakhir sebelum Mal bunuh diri, kemudian tiba-tiba terjadi transisi dan ia berada di atas gurun salju sebenarnya hanya untuk memperlihatkan bahwa saat itu kendali emosi yang dialami Cobb sedang dalam level yang tinggi sehingga bisa membahayakan timnya pada saat itu. Emosi yang ia rasakan kemudian ditabrakan pada transisi yang menandakan bahwa ia tiba-tiba kehilangan kesadaran dan langsung berada di gurun pasir. Adegan serupa tidak selalu terjadi di adegan lainnya ketika tokoh berpindah kea lam mimpi karena pada adegan yang lain tidak ada pergulatan emosi selama transisi itu berlangsung.

Adapula penggunaan transisi dengan tujuan yang sama yaitu di bagian akhir ketika semua orang disentakkan untuk dibangunkan kembali. Selain didukung oleh musik yang dijadikan backsound pada proses tersebut, munculnya ritme yang cepat dan cerita dimana waktu menjadi pusat penceritaan membuat cerita menjadi tegang, sehingga transisi hanya digunakan untuk memberikan penekanan pada ketengan tersebut bukan secara sengaja digunakan sebagai jembatan perpindahan waktu. 

Sedangkan fade in dan fade out tetap tidak digunakan hingga akhir cerita bahkan ketika cerita telah mencapai titik penghabisan cerita. Fade in atau fade out memberikan kesan adanya unsur ‘lebih lambat’ dari ritme penceritaan, tetapi Inception menggunakan ritme yang sangat cepat dalam penceritaannya sehingga memang harus benar-benar harus ikut berlari dalam mengikuti iramanya, itulah kenapa fade tidak digunakan sebagai transisi. Pada bagian akhir cerita ketika memasuki bagian credit title sekalipun tidak ada transisi wipe tetapi justru cut yang cepat yang digunakan dimana pada bagian tersebut ingin menekankan sebuah solusi yang harus dengan cepat diambil oleh penontonnya dan untuk memberikan dampak shock secara tiba-tiba.

2. DIMENSI EDITING

Dimensi Editing dibagi menjadi 4 yaitu adanya Kontinuitas Grafik, Ritmik, Spatial, dan Temporer. Pada Inception, keempat hal tersebut dipenuhi secara sadar dalam film ini sehingga dimensi film ini juga terasa adanya.

Untuk Kontinuitas Grafik, antar shot pada film Inception terjadi secara tidak sadar. Hal tersebut terjadi karena dibentuk dari konsisten penggunaan warna, bentuk, komposisi, pergerakan, set, kostum, tata cahaya, dan unsur mise en scene yang lainnya. Pergerakan kamera dan perubahan angle dan shot size sama sekali tidak menganggu karena film ini pada setiap adegannya selalu berhasil untuk tetap berada pada penggunaan aturan 180 derajat yang tepat. Sudut pandang setiap tokohnya selalu diarahkan ke objek yang tepat sehingga pada shot selanjutanya kita tidak dibuat bingung kemana tokoh sedang memandang. 

Pada bagian-bagian ketika tokoh sedang berbicara satu dengan yang lain, selalu terdapat shot yang diambil secara luas sebelum kemudian diambil secara lebih dekat sehingga penonton tahu bahwa mereka berada di tempat yang sama. Selain itu, sebelum shot berpindah ke shot yang lain, arah pandang dan pemotongan selalu tepat sehingga tidak terasa adanya kejanggalan dari dua shot dan terasa seperti satu aliran yang halus.

Komposisi menjadi unsur yang paling penting untuk mendukung aspek kontinuitas grafik dalam film Inception. Komposisi dibangun berdasarkan peletakkan property, peletakkan gambar frame di kamera yang konsisten pada setiap shotnya. Komposisi pada gambar akan membantu pergerakan. Kontinuitas Grafik yang terjadi pada pergerakan kamera terlihat dari bagaimana setiap pergantian shot tetap seimbang dari satu shot yang lain dan tidak mengganggu aspek naratif yang disampaikan meskipun kamera tengah bergerak/

Pergerakan kamera juga sangat mendukung sebagai bagian editing pada film ini, terlebih ketika objek dalam film ini bergerak. Seperti pada scene ketika Adriene untuk pertama kalinya mencoba untuk melakukan eksperimen untuk mendesain mimpinya. Pergerakan kamera hand held dimunculkan untuk memperlihatkan bahwa kedua tokoh sedang berjalan dan juga untuk memperlihatkan aspek mess pada apa yang tengah terjadi saat itu bahwa ada yang tidak seimbang meskipun secara verbal tidak ditunjukkan, tetapi perasaan yang muncul menjadi terkesan seperti itu. Kemudian editing juga dilakukan ketika mata subjek mengikuti objek, seperti ketika Adriene berusaha untuk membuat bangunan menjadi satu dengan langit, dan mata mereka mengikuti pergerakan objek tersebut sehingga kamera juga mengikuti mata tokoh yaitu bergerak ke atas.

Inception selalu memperhatikan kontinuitas grafik dalam  setiap shotnya, bahkan pada adegan action ketika cerita cenderung tegang, selain itu Inception juga detail pada kontiniti setiap adegan yang diceritakan berada pada scene yang berbeda. 

Editing Spatial juga dimasukkan dalam film ini. Tidak sedikit adegan ketika tokoh sedang berdiri memandang ke suatu tempat kemudian disambung shot berikutnya adalah sesuatu yang memungkinkan shot tersebut diambil dalam waktu yang berbeda tapi tidak mengganggu unsur atau pergerakan naratif ceritanya. Pengambilan gambarnya secara terpisah tidak pada satu frame yang sama karena tidak lebih dulu diperlihatkan pengambilan gambar secara long shot, meskipun begitu kita tahu bahwa maksud penceritaannya berada dalam scene yang sama. 


Terdapat editing spatial yang sering terjadi dalam film ini: shot Cobb kemudian Shot totem, shot cob kemudian shot istrinya Mal, shot Cobn kemudian shot anak-anaknya.  Sedangkan Shot cob dan totem sering dimunculkan juga menunjukkan pola yang sama, yaitu fungsi dari totem tersebut, bahwa ada pengaruh yang cukup besar bagi totem tersebut untuk menunjukkan pada Cobb mana yang nyata dan tidak. Pola ini juga menjadi kunci di akhir cerita.

Sesuai dengan nadanya, pada bagian action yang menegangkan ritmiknya menjadi cepat, durasi rata-ratanya hanya sekitar 3-5 detik/cut sebelum pindah ke cut lain.

Ritmik editing dalam film Inception menjadi lebih lambat ketika cerita mulai beralih keadegan-adegan drama dalam film ini, seperti ketika Cobb bertemu dengan ayahnya, ketika Cobb mencari parner, ketika Cobb berada dalam mimpinya, hal-hal semacam itu menggunakan ritmik yang lebih lambat karena fokus untuk memberikan informasi kepada penonton mengenai masalah dan konflik-konflik yang diangkat dalam film ini.

Film Inception, untuk menunjukkan perbindahan dari satu scene ke scene yang lain, bahkan ketika berpindah ke sequen lain selalu tiba-tiba, tidak ada penjelasan untuk menunjukkan kemana cerita akan diarahkan, dan hanya penonton yang mampu menganalisis bagaimana kemudian cerita tiba-tiba berada pada adegan itu dan bagaimana atau apa tujuannya.

Seperti di awal cerita, kita tiba-tiba dibawa pada sebuah cerita seorang laki-laki yang terdampar di pantai dan dibawa ke dalam sebuah kediaman, kemudian melakuakn percakapan yang sama sekali tidak terkesan seperti sedang memperkenalkan diri. Sebagai penonton kita tidak diberikan petunjuk apapun sama sekali, hanya bisa mengikuti percakapan antara Cobb dan Saito tanpa clue mengenai apapun yang tengah terjadi pada saat itu. Bahkan ketika kita dihadapkan pada scene berikutnya, dengan wajah tokoh yang sama yaitu Cobb dalam keadaan yang jauh lebih terawatt dengan rapih, kita juga masih tidak diberikan petunjuk mengenai apa yang terjadi. Biasanya orang akan menganggapnya sebagai flashback? Atau jika tidak benar-benar jeli, orang bahkan menganggap scene tersebut sebagai scene selanjutnya.

Dan itu terjadi secara teratur hingga akhir cerita, dimana kita tiba-tiba melihat adegan berpindah scene tanpa petunjuk atau pemberitahuan apa maksud scene berikutnya. Terlebih ketika adegan berpindah dari alam nyata kea lama mimpi, yang benar-benar terjadi adalah kita tidak tahu bahwa cerita saat itu sedang berada di scene mimpi, kita hanya bisa meraba dari percakapan yang terjadi berikutnya bahwa ternyata mereka sedang berada di dalam mimpi. Pola-pola ini akan mulai dipahami oleh penonton ketika ia sadar bahwa perpindahan yang tiba-tiba secara naratif itu sering terjadi sehingga seringkali kita terpaksa untuk mengulang lagi dari awal atau dari scene sebelumnya untuk mampu menggabungkan puzzle-puzzle yang terbentuk dari scene satu ke scene berikutnya.

Sebagai contoh saja, di adegan awal kita baru tahu bahwa Cobb sedang berada di dalam mimpi ketika kita diperlihatkan pada tiga scene berikutnya: scene apartemen dan scene kereta dan bahkan ketika cerita berakhir di scene kereta kita baru sadar bahwa itu adalah alam nyata dan cerita pada sequence tersebut berakhir disana

Unsur lainnya dalam Dimensi Editing adalah Temporal yang terbagi atas Editing Kontiniti dan Editing Diskontiniti. Editing Kontiniti bisa disamakan dengan Kontinuitas Grafik dimana adanya kontinuitas grafik akan membantu dalam kontiniti editingnya. Grafik pada film Inception di setiap adegannya selalu dibangun dengan unsur yang selalu konsisten dalam adegan yang sama yaitu penggunaan dan peletakan property, make-up wardrobe, dan juga setting ceritanya sehingga tidak menjadi masalah ketika kamera berpindah dari satu angle ke angle lain atau dari satu shot size ke shot size lain dan pada gambar visual lain. Selain itu aspek lain dalam editing kontiniti yang dipenuhi dalam film Inception antara lain:

Melalui screen directing dari pergerakan kameranya yang mengikuti aturan 180 derajat dengan tepat. Pada setiap percakapan atau adegan dialog yang terjadi dalam adegan di film Inception, posisi objek atau karakter berada dalam frame yang selalu konsisten, hal ini bisa dilihat bahwa pada adegan dialog, tokoh akan selalu berada di posisi yang sama, dan ini juga mempertegas bahwa posisi kamera selalu konsisten berada di tempat yang sama. Garis mata (eyelines) juga selalu konsisten. Dalam adegan dialog, setiap tokohnya berbicara ke arah lawan bicara, dan itu juga sekaligus memenuhi aturan 180 derajat dalam pengambilan gambar sehingga tetap seimbang.

Melalui mise en scene dan sinematografi agar hubungan kontinuitas naratif antar shot tetap terjaga.
Reverse shot: gabungan dua shot atau lebih yang membedakan para karakternya dan biasanya digunakan pada adegan dialog: jelas, pundak ke pundak, dan hal tersebut terjadi pada bagian dialog dua arah yang terjadi dalam film ini.

Establing shot beberapa kali dimunculkan di film ini pada bagian dimana tokoh tengah pergi ke suatu tempat. Establing shot membantu penonton memahami dimana setting lokasi tokoh pada saat kejadian tengah berada.

Match on Action: perpindahan shot dari arah beda, tetapi momennya sama: dimunculkan  ketika adegan action. Pada adegan-adegan action, perpindahaan shot yang diambil dari arah berbeda yang memperlihatkan sebuah aksi tidak terputus dalam sebuah momen pergerakan yang sama, termasuk di dalamnya juga dipengaruhi oleh ritme editing yang cepat sehingga mata tidak sempat untuk menghitung ada berapa shot yang terjadi dalam adegan tersebut.

Point of View: mata tokoh kemudian mata tokoh menjadi mata penonton apa yang dilihat tokoh dimunculkan dalam directing yang sama sering dimunculkan pada adegan-adegan dimana tokoh tengah mengamati sesuatu.








Cut in hampir terjadi disetiap adegan yaitu cut dari shot yang luas ke yang lebih dekat, ini lebih sering terjadi pada adegan-adegan dialog yang membutuhkan pengenalan terhadap lokasi tempat sebelum memasuki pemahaman pada dialog yang dilakukan oleh tokoh.

Cross cutting pada film Inception banyak dilakukan banyak untuk menunjukkan adegan-adegan tegang, terutama ketika tensi cerita sedang naik, karena cerita berfokus pada mimpi di dalam mimpi, sehingga seringkali kita diajak untuk benar-benar teliti dan detail memperhatikan yang mana scene ketika berada di mimpipertama, mimpi kedua, ketiga, dan seterusnya. Karena menggunakan tokoh-tokoh yang sama, seringkali cerita menjadi cukup membingungkan jika kita kehilangan atau ketinggalan salah satu adegan kunci yang menentukan perpindahaan ke setiap mimpi.

Seperti pada bagian ketika mereka dikejar waktu karena perbedaan waktu di setiap mimpi, atau untuk menunjukkan kegelisahan para tokohnya karena harus mempersiapkan sentakan untuk membangunkan tokoh-tokoh yang lain dari mimpi mereka. Cross cutting lebih sering terjadi untuk menceritakan apa yang terjadi pada tingkatan-tingkatan mimpi di waktu yang sama.

Kemudian seperti juga pada awal cerita, disitu diceritakan bahwa ada 2 mimpi yang dibangun Cobb dan teman-temannya. Terdapat tiga scene berbeda yaitu mimpi pertama di kediaman Saito, mimpi kedua di apartemen Saito, dan ketiga adalah di kehidupan nyata di dalam kereta api. Ketiga scene tersebut menggunakan tokoh-tokoh yang sama tapi dalam 3 scene tersebut mereka menggunakan pakaian yang berbeda, property, dan setting yang berbeda. Pada 3 unsur utama tersebut penonton harus benar-benar memperhatikan sehingga bisa mengkategorikan dimana cerita berada di mimpi keberapa karena seringnya dilakukan cross cutting sehingga penonton harus mampu mengkategorikannya seperti itu agar tidak salah pengertian terhadap ceritanya.

Selain itu, tidak semua adegan diceritakan secara verbal, beberapa hanya diceritakan secara visual sehingga perbedaan setiap scene harus melihat dari mise en scene film ini.

Montase dimunculkan pada adegan persiapan team cobb untuk masuk ke mimpi Fisicher itu diceritakan secara cepat, tap tap tap, tapi tetap memperjelas maksud dari adegan adegan itu yaitu bagaimana kritis dan rinci persiapan mereka. Setiap dialog ditabrakan pada scene-scene yang berbeda sehiingga penonton diarahkan untuk lebih mencerpati kalimat-kalimat yang disampaikan meskipun apa yang muncul pada frame berubah secara cepat.

Sedangkan untuk Editing Diskontiniti digunakan dalam film Inception secara sengaja untuk mempertegas aspek dramatiknya. Pada editing diskontiniti dibagi menjadi 3 hal yaitu:

Pelanggaran aturan 180: Film Inception tidak melakukan pelanggaran pada aturan 180 derajat, semua arah disesuaikan dengan ketentuan pada aturan tersebut, kalaupun ada pengambilan gambar yang melewati garis imajiner secara berlawanan itu dikarenakan memang dibutuhkan sudutu pandang lain untuk bisa memberikan arahan atau mempertegas posisi dan lokasi subjek.

Seperti misalnya pada adegan mimpi di lobi hotel ketika diceritakan Cobb berperan sebagai Mr. Charles dan mengajak Fischer untuk berbicara. Adegan tersebut beberapa kali Cobb mengubah posisi duduknya, pertama berada di sebelah kiri Fischer sehingga Fischer harus memutar kursi ke kiri kemudian ia berjalan ke sebelah kanan Fischer sehingga Fischer harus memutar tubuh ke sebelah kanan. Untuk tetap mampu memperlihatkan lawan bicara tanpa membuat penonton kehilangan arah dimana posisi setiap tokohnya sedang berada saat itu, kamera perlu melakukan perpindahan yang melewati garis imajiner untuk mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Meskipun begitu, arahnya menjadi sama, meskipun Cobb ada di sebelah kiri atau kanan Fischer, pada frame dia selalu muncul di sebelah kiri begitu pula sebaliknya.




Diskontiniti pada Jump Cut tidak ditemukan tetapi terdapat Non diagetic insert yang dimunculkan beberapa kali sebagai sebuah pola dan symbol sebagai penguat naratif cerita. Seperti adegan-adegan Mal yang tiba-tiba muncul, Cut anak-anak cob mendadak muncul, mal mendadak muncul, adegan kereta yang tiba-tiba muncul sebagai symbol memori dan ingatan Cobb yang terus menerus menganggu pikirannya. kereta yang tiba-tiba muncul tanpa ada penjelasan apapun dari maksud adegan tersebut, tidak ada percakapan hanya pengungkapan secara visual.



Jika tidak benar-benar memperhatikan, kita akan menganggap bahwa ada shot yang salah karena terselip tidak pada adegannya ketika tokoh sedang tidak menghadap ke shot berikutnya. Jika memperhatikan secara detail, barulah penonton tahu bahwa maksud dari shot tersebut adalah sebuah kenangan atau memori, yang setelah muncul berulang-ulang menjadi pola untuk menunjukkan konflik internal dari tokoh utama, bahwa hal-hal yang sering muncul tiba-tiba itu adalah apa yang paling mengganggu hidupnya selama ini. 

Awalnya tentu kita akan merasa terganggu dan bertanya-tanya maksud dari dimunculkannya shot-shot tersebut, terlebih ketika shot-shot tersebut secara tidak kontiniti dimunculkan terus menerus. Tetapi menariknya, dari ketidakteraturan kemunculan shot-shot tersebut, kita dibawa lebih dalam pada unsur dramatik dan konflik tokohnya dimana shot-shot itupulalah yang membawa kita semakin penasaran pada setiap adegan yang mengiringinya.

Unsur editing lain seperti Overlapping nyaris tidak pernah dimunculkan karena kegunaannya justru akan memperpanjang waktu dalam adegan sedangkan pada film Inception semuanya diceritakan secara cepat. Tetapi banyak terjadi Elliptical pada editingnya untuk menunjukkan bahwa waktu yang bisa dijangkau dalam waktu jam atau menit hanya diceritakan beberapa detik saja dalam frame. Seperti adegan ketika Cobb memutuskan untuk pergi menemui ayahnya. Terdapat adegan ia di dalam pesawat, tapi tidak diperlihatkan adegan ketika pesawat melaju atau apa yang Cobb lakukan di dalam pesawat hingga ia sampai ke tujuan, hanya ditunjukkan ia duduk dan shot kemudian ia sudah berada di lokasi yang ditujunya yaitu kampus tempat ayahnya mengajar.

Jadi, film Inception ini menunjukkan dua hal yang harus diperhatikan ketika menontonnya: kita diajak untuk berfikir melalui unsur auditif dan visual yang ditunjukkan film ini, tetapi kita juga diajak untuk terus mengikuti pergulatan emosi, dan konflik dalam dramatiknya. Bisa dibilang Inception sempurna dalam menampilkan hal-hal tersebut kepada penontonnya sehingga tidak heran jika ratingnya saja bagus.

Komentar