Tips agar Tenang Paling Manjur (Pengalaman Pribadi)


postingan ditulis di Medium 13 Maret 2020


Hari yang sangat menekan.

Kamu pasti pernah mengalami hari seperti ini. Saat kamu dikejar deadline, saat tenggat waktu atas pekerjaan atau tugasmu semakin dekat hingga membuatmu terpaksa begadang dan tidak bisa tidur.

Kamu pasti pernah mengalami hari dimana aku merasa luar biasa panik, takut akan cercaan, takut akan orang lain yang akan menyalahkanmu jika kamu tidak melakukan sesuatu dengan baik.

Begitupun aku. Hari ini contohnya.

Aku ada tenggat waktu dan deadline editan video yang harusnya sudah selesai sejak semalam. Hari ini D-day yang kalau tidak berhasil aku selesaikan tugasku,maka reputasiku pasti hancur di mata klien.

Itu membuatku panik. Sejak semalam jantungku berdegup kencang karena takut aku tidak akan bisa melakukannya sesuai apa yang kujanjikan. Sejak semalam aku terus khawatir kalau aku akan disemprot karena mungkin aku membuat suatu kesalahan.

Dan disinilah aku pagi ini, menulis.

Padahal pekerjaanku belum juga selesai.

Aku semalam berfikir untuk tidak tidur, tetapi itu akan menyiksa diriku sendiri. Sejujurnya aku sudah melakukan yang terbaik untuk pekerjaanku, tapi ada hal-hal yang tidak terduga yang mau tidak mau harus aku terima dan janji itu sering menjadi bumerang untuk diri sendiri.

Aku hanya tidur 3 jam, dan aku tahu aku mungkin akan mengantuk dan tertidur, padahal ada masalah deadline yang harus kuselesaikan.

Rasa panik itu, sebetulnya satu hal yang kutahu adalah hal yang harus kubereskan pagi ini,

Itulah kenapa,meskipun ada disana orang yang sedang ingin marah kepadaku karena aku tidak juga mengirimkan hasil kerja, aku perlu membereskan masalah dengan diriku sendiri yang tidak kunjung usai: yaitu rasa panik dan rasa khawatir.

Aku perlu tenang.

Dan aku akan tetap melakukan rutinitas pagiku, seberapapun marah (kalaupun iya) orang di luar sana. Aku tetap akan melakukan rutinitas dimana sebelum aku memprioritaskan kebutuhan orang lain, aku akan memprioritaskan kebutuhanku sendiri.

Cara paling cepat untuk mengembalikan kompas perasaan ke arah yang baik adalah , tentu saja, yang pertama kalau aku melakukan rutinitas pagi. Tapi rutinitas pagiku bukan sekedar rutinitas. Ada waktu dimana aku beribadah, berdoa, mengaji, dan membaca atau mendapat motivasi.

Ada waktu perenungan, dan kamu boleh mencobanya, karena bagiku ini cukup efektif. Saat berdoa, dan bicara pada Sang Maha Pencipta, di tengah kekalutan dan waktu yang berjalan, aku diingatkan bahwa semua ketakutanku itu pertama, tidak ada gunanya. Kedua, khawatir dan cemasku juga tidak ada gunanya karena pada detik ini aku masih baik-baik saja, dan rasa panikku hanyalah proyeksi atas apa yang aku kira akan aku lihat di masa depan, di saat hal itu saja belum terjadi. Ketiga, aku akan ingat bahwa semesta ini bukan milik kita tetapi milik Tuhan. Ia pencipta ruang dan waktu, dan bahkan ia pencipta orang yang mungkin kamu merasa sedang menerrormu saat ini yang menyebabkanmu panik. Aku diingatkan kembali di saat perenungan, bahwa tidak perlu takut dengan orang di atasmu, orang yang lebih berkuasa darimu, orang yang lebih memiliki wewenang atas tindakanmu, bahkan aku kembali mengingat bahwa aku tidak perlu takut pada bosku sendiri, atau klien kita.

Aku sudah melakukan yang terbaik, dan aku tetap melakukan yang terbaik saat ada hal-hal tak terduga hadir. Itu, adalah usaha yang bisa kukerahkan di saat ini dan di masa ini. Ketakutan yang tak jelas itu diarahkan pada orang-orang yang derajatnya tidak ada apa-apanya dibanding Tuhan. Kalau ketakutan dan kepanikan ini justru menjauhkan kita dari Tuhan: misalnya merasa tidak ada waktu untuk berdoa, atau beribadah, sehingga semuanya dilakukan secara kilat, tidak berfikir bahwa di atas bosmu itu, di atas orang-orang berkuasa itu, sebetulnya ada yang lebih berkuasa dan hebat, yaitu Tuhan Alam Semesta.

Aku sebagai orang Islam, memiliki kesempatan untuk bicara padaNya 5x sehari. Sebuah kewajiban yang tidak akan kulupa, tapi seringkali hanya diangkap rutinitas yang tidak begitu penting, sehingga tidak menganggapnya serius. Apalagi saat dihimpit deadline seperti ini.

Pagi ini ketakutanku sirna karena, saat aku kembali mengingatNya, aku menyadari bahwa tiada di dunia ini yang Maha Segalanya dibandingkan Dia, dan tidak semestinya aku takut akan apapun selain Dia. Aku punya kesempatan untuk bicara padanya, aku memiliki waktu, bukankah yang pertama harus dilakukan di tengah kepanikan justru adalah kembali padaNya?

Jadi itulah yang aku lakukan untuk mengarahkan kompas perasaanku kembali ke dalam energi positif. Hanya mengingat bahwa kuasa Tuhan tidak sebanding dengan kuasa manusia membuatku tenang. Itulah kenapa aku tetap bisa menulis pagi ini.



Salam, Adlina Haezah

Komentar