Cuma Butuh 3 Tips Ini untuk Menguasi Teknik dan Skill Apapun Yang Anda Inginkan




Apakah ada impian yang sedang kamu kejar? Tapi kamu merasa tidak mampu mengejarnya karena kamu menyadari bahwa kamu kurang berbakat?

Ilmuku nggak setinggi dia,
Skillku nggak ada apa-apanya dibandingkan dia,
Aku nggak berbakat.

Sepertiku, akupun pernah berada dalam lingkungan dimana aku merasa aku lebih baik secara teknik dari hampir semua teman-teman kelasku.
Tapi di waktu lain, aku pernah merasa paling tidak mampu dibandingkan teman-temanku yang lain. Rasanya semua orang yang seumuranku jauh lebih ahli daripada diriku.
Aku merasa tidak berbakat, kurang latihan, kurang passionate, dan ada saja yang kukeluhkan.

Tapi yang paling sering kurasakan adalah sedikit perasaan iri, karena aku melihat dirinya masih seumuranku, tapi punya kemampuan seolah ia sudah sangat berpengalaman.

Dan aku bahkan pernah memutuskan untuk tidak lagi menekuni semua bidang yang aku merasa di bidang tersebut aku kalah.

Apa ya yang salah?
Mungkin kamu berfikir seperti itu.

Kenapa aku sudah kalah?
Mungkin kamu merasa seperti itu.

Tapi ketahuilah kawan. Sebenarnya kita tidak pernah kalah, kecuali kita sendiri yang menempelkan label 'loser' itu ke diri kita, sehingga itulah yang orang lihat di dalam diri kita. As a loser. 

Sejujurnya ini adalah kenyataan pahit yang harus kuterima, karena akulah bukti pribadi yang sering melabeli diriku sendiri dengan segala hal yang aku tidak suka, atau segala hal yang membuatku iri dengan orang lain. Ketika aku melihat temanku jago editing, aku iri dengan teknik editingnya, tapi aku nggak mau belajar. Kemudian aku berkata kepada diriku sendiri 'yaudahlah, kamu emang nggak bisa editing. Mau gimana lagi, nggak usahlah kamu paksain. Nggak bakalan bisa kayak dia'. Sampai aku berada dititik aku memutuskan untuk menyerah dengan hal tersebut. Aku beralih untuk mengalami hal lain 'yang mungkin bisa kukuasai', mencari banyak hal yang lebih 'kusenangi'.

Lucunya, aku selalu hidup berhadapan dengan editan. Kalau nggak editan foto, editan video. Dan aku selalu anti After Effect, aku anti Illustrator. Karena aku nggak bisa menggambar, aku nggak bisa bikin animasi'.

See? Itu caraku melabeli diriku sendiri.

Apakah aku pernah serius belajar After Effect?
Apakah aku pernah serius belajar Illustrator?

Rasanya tidak.
Karena aku selalu merasa untuk mempelajari itu semua, aku harus back to basic. Harus dari nol lagi. Harus merangkak lagi. Butuh waktu dan tenaga lagi.

Tapi apa yang kulakukan untuk lahir kembali sebagai pribadi yang baru? Ini beberapa hal yang kulakukan, untuk tidak lagi ketakutan dengan kemampuan semua orang yang kuanggap tidak sanggup kukejar. Dari yang kupelajari,

Cuma Butuh 3 Tips Ini untuk Menguasi Teknik dan Skill Apapun Yang Anda Inginkan:


1. Berhenti Membandingkan Diri dengan Orang Lain

Suatu hari, aku butuh sebuah produk untuk dijual. Karena aku butuh uang. Dan kemampuan yang pernah kupelajari lewat pengalaman hanya: menulis, dan mengedit. Tapi dua-duanya aku nggak punya kemampuan dewa kayak para suhu. Selama ini aku melakukannya karena ada yang minta tolong aja.

Dan saat itu undangan digital terasa seperti kesempatan yang paling dekat denganku yang dihati kecilku berkata 'kamu bisa ah'. Tapi ketika melihat semua contoh undangan digital, aku terus memasang tameng kalau aku nggak akan bisa membuat undangan digital dalam bentuk video, ataupun website. Aku merasa gagal bahkan sebelum memulai.

Hingga aku sadar, bahwa yang membuatku terus melabeli diri seperti itu, karena aku terus melihat orang lain. Aku terus membandingkan diriku dengan orang lain. Aku selalu melihat teman-temanku. Dan saking ironisnya kebiasaan itu, akupun mematikan semua media sosial yang memungkinkan aku untuk merasa 'iri'. Aku tidak mau lagi melihat status teman-temanku di Instagram, jadi aku logout Instagram. Aku mematikan status whatsapp. Aku meminimalisir semua kemungkinan yang bisa mendorongku untuk membandingkan diri dengan orang lain.

Lama kelamaan, akhirnya ada perasaan baru yang muncul. Yaitu perasaan : Nah, sekarang apa yang bisa kulakukan?


2. Mulai dari yang Bisa Dilakukan. Lakukan Setiap Hari.


Saat itu aku merasa sangat, sangat, bodoh. Aku adalah alumni lulusan S1 jurusan film, dan aku merasa tidak punya kemampuan apa-apa. Aku nggak tertarik buka PH, aku nggak tertarik kerja di PH, aku nggak minat kerja di televisi, aku nggak pingin kerja dimanapun.

Aku cuma pingin buka usaha.

Dan aku nggak tahu aku harus memulai dari mana.

Meskipun aku udah nggak membandingkan diri dengan orang lain, tapi perasaan tidak berdaya itu muncul karena membuka usaha secara serius sama sekali bukan hal yang kupelajari secara formal.

Alhamdulillahnya, aku bergabung di sebuah perusahaan Herbalife setelah lulus kuliah, dan you know what? I learned so much things.

Aku banyak limiting believe yang membelengguku selama ini hancur. Karena selama 2 tahun disana, aku digembleng untuk terus percaya diri, untuk terus positif, untuk terus berdoa, untuk terus berusaha. dan yang paling penting: terus belajar, berlatih, dan konsisten.

Ketika di Herbalife, nggak banyak yang bisa kulakukan karena semua hal disana bukan keahlianku. Tapi itu merubahku secara mental.

So, ketika aku mau mencoba menguasai skill, teknik apapun yang kuinginkan, aku selalu memulai dari hal yang kubisa terlebih dahulu. Memulai dari yang paling kecil. Memulai dari baby step. Lalu lakukan setiap hari.

Ini berlaku saat aku ingin naik berat badan, ingin berhenti merasa iri ketika melihat teman-temanku, ingin menyelesaikan novelku, ingin berjualan undangan digital, ingin bisa bikin website, pingin bisa iklan fbads, SEMUAnya. Yang kulakukan hanyalah membuat langkah kecil, lalu lakukan setiap hari.

Kalau aku nggak bisa melakukan sesuatu setiap hari, berarti langkahku terlalu panjang, bebannya terlalu berat, maka aku akan membuatnya lebih kecil lagi, sampai yang paling mudah dikerjakan setiap hari. Ketika sudah terlalu mudah untuk dikerjakan setiap hari sampai aku nggak perlu mikir lagi saking gampangnya, maka levelnya akan aku tingkatkan lagi.

As simple as that.

Teorinya.


3. Lakukan yang Terbaik tapi Tidak perlu Sempurna. Ikhlaskan Semua Hasilnya


Prakteknya memang nggak semudah yang dikatakan. Aku sering membuat 10 hal yang mau kukuasai, dan aku cuma berhasil menguasai 1 hal. Tapi aku bisa lho menguasai 1 hal itu, walaupun tentu belum sempurna.

Tapi kalau memang aku baru bisa menguasai 1 hal kenapa aku nggak komitmen untuk menjalankannya?

Dan kata 'sempurna' itu adalah label yang kita sematkan saat sedang membandingkan diri dengan orang lain. 'Apakah aku lebih baik dari dia?', 'Apakah aku sudah menjadi yang terbaik?'

Perasaan belum sempurna ini dibarengi oleh rasa tidak cukup. Tapi ketika kamu hanya fokus dengan apa yang bisa kulakukan saat ini, yang terbaik yang bisa kulakukan, kita akan tahu, bahwa saat kita sudah melakukan sesuatu sekuat yang kita mampu, kita akan merasa: "You are doing your best. And that's for you. It's more than enough.", dan aku akan merasa bersyukur karena Tuhan memberiku waktu untuk melakukan hal-hal ini. Perasaan itulah yang membuatku nggak takut dikritik, dibilang 'jelek ya karyamu', nggak takut untuk memperlihatkan apapun yang kubuat kepada orang lain. Karena aku sedang tidak dalam posisi ingin membuktikan kesiapapun. Tidak ada ekspektasi, maka tidak akan muncul rasa kecewa.

Dan ketika kamu sudah melakukan yang terbaik, ikhlaskan saja. Biarkan Tuhan mengatur hasilnya, biarkan Semesta memberikan jawaban terbaiknya.

Jawaban Tuhan itu kan: Berhasil Saat Ini, Berhasil Tapi Nanti, Kugantikan denga Yang Lebih Baik.

Tuhan yang kupercaya nggak akan kasih kita kegagalan, tanpa pernah memberi hikmah dibaliknya. Karena aku percaya Tuhan bekerja dengan cinta. Tuhan hanya memberikan yang terbaik. Apapun hasilnya, itu yang terbaik bagiNya.

Tapi kalau kamu sudah melakukan yang terbaik sesuai dengan kemampuanmu, seharusnya mengikhlaskan Tuhan mengatur sisanya menjadi lebih mudah. Karena ketika kita sudah melakukan yang terbaik, kita akan bisa lebih cepat sembuh dari rasa kecewa.




Salam, Adlina Haezah

Komentar