Resensi Review Film: INSIDIOUS 3



Usai menonton Insidious 3, entah kenapa aku menjadi ingin menonton kembali Insidious 1 dan 2. Entah hanya aku saja atau yang lain juga berpikiran sama bahwa mungkin saja kehadiran Insidious 3 ini adalah trigger agar kita tidak kemudian melupakan film sebelumnya. Anyway, seri film Insidious ini masih menjadi film horror terfavoritku. Aku selalu merasa bahwa setiap kisah yang dihadirkan oleh Insidious ini selalu terasa berbeda dengan film horror lainnya yang hanya mengutamakan rasa takut. Insidious selalu menghadirkan sebuah kisah yang mengharukan, puzzle dalam alurnya, dan kelogisan cerita yang menguatkan riset dari film ini sendiri.


Cerita pada Insidious 3 berfokus kepada Elise yang diceritakan terbunuh di Insidious 1. Lucunya, aku bener-bener bersimpati terhadap karakter ini dan menjadi lebih memahaminya dalam dua film lainnya. Walaupun awalnya aku merasa agak pesimis karena Dalton dan Josh yang menjadi karakter favoritku di Insidious 1 dan 2 tidak lagi dihadirkan lagi disini, tapi toh tokoh Quinn yang cantik dan bersemangat ini menjadi motivasi lainnya kenapa kemudian aku memutuskan untuk terus melanjutkan.


Kalau dibilang horror dan menyeramkan, jujur saja yang ketiga ini nyaris tidak membuatku berteriak. Takut ada, tapi keberadaan hantu-hantunya cukup bisa ditebak, bahkan dibeberapa bagian aku bisa bertahan melihat mereka beraksi dan bukannya menutup mata. Yang lainnya, aku tetap bertepuk tangan dengan cara ini memberikan emosi di setiap adegannya yang tidak hanya rasa takut terhadap hantu, tapi rasa takut terhadap adanya ketidaklogisan di dunia. Maksudnya, lihat saja ketika Quinn tiba-tiba berpindah ruangan. Jujur aku mikir itu mimpinya dia dan berharap dia bermimpi karena nggak logis aja gitu kalau ada kejadian macam pindah ruangan gitu. Tapi waktu dia tahu dimana dirinya berada dan meminta tolong kepada ayahnya, aku langsung merasakan emosi dan ketakutan yang Quinn rasakan terhadap apa yang terjadi kepadanya. It doesn’t make sense, tapi terjadi dan itu membuatku takut dan mulai berdebar-debar.

Tapi emang nggak terlalu banyak bagian yang menakutkan sih, justru menurutku, mulai setengah lebih film aku mendapati film ini lebih kearah seru dan menantang daripada menakutkan. Keberanian Elise sungguh membuatku ingin bertepuk tangan. Ia menciptakan kelogisan cerita dengan memberikan penekanan terhadap sikapnya dalam menghadapi makhluk di dunia lain. Aku suka banget waktu dia memiliki mindset bahwa di alam lain, di alam dimana semua makhluk sudah mati, kita, yang masih hidup memiliki kekuatan yang jauh lebih kuat dari mereka. Kelemahan kita adalah ketakutan itu sendiri. Ketika kita takut, para iblis akan mudah memasuki tubuh dan pikiran kita hanya untuk mengobrak-abriknya dan membuat kita merasa kita lebih lemah dari mereka. Tapi kenyataannya, dengan iman, keyakinan, dan keberaniaan, Elise menunjukkan kepada kita betapa sebenarnya kita jauh lebih kuat dari mereka yang hanya bisa menakuti kita. Sejenak itu mengingatkanku terhadap mimpi-mimpi buruk yang seringkali tidak dapat kukendalikan karena ketakutanku, tapi kemudian aku berhasil mengatasinya ketika aku mengumpulkan keberanian untuk menghadapi mimpi burukku itu sendiri. It was nice, which is menunjukkan kepada kita betapa film ini bukanlah film yang hanya pamer setan dan ketakutan, tetapi melalui riset sehingga film ini menunjukkan bahwa di sebuah ruangan pun ada lebih dari satu dimensi dan ada orang-orang yang bisa masuk ke dalamnya. Itu, aku yakin benar adanya di dunia nyata. 


Klimaksnya nggak terlalu kerasa jujur aja, nggak yang bikin aku tahan nafas dan bertanya-tanya apakah mereka akan berhasil atau tidak. Tetapi aku terhipnotis oleh semangat elise dan keberaniaannya sehingga aku percaya bahwa ini akan berakhir bahagia. Menurutku itu suatu cara lainnya agar kita bisa menghadapi klimaks dengan bersemangat bukannya ketakutan. Dan endingnya, hmmm… aku cukup senang karena endingnya diberikan porsi yang pas. Nggak cuma seuprit dan nggak digantungkan. Akhir ceritanya berakhir bahagia, Quinn dan keluarganya bisa melanjutkan hidupnya, setannya akhirnya menghilang, intinya semua berakhir. Tapi kalo aku harus membandingkan, jujur aku tetap lebih suka sama Insidious 1 dan 2 . Kenapa ya? MUngkin karena kesal karena cerita gantung, mungkin karena penasaran kenapa ada iblis sejahat itu, mungkin karena emosi keluarga Lembert yang sangat memukai dan membuatku ikut merasakan kesedihan mereka, tapi meskipun begitu, menurutku Insidious ini masih worth untuk ditonton runtut 3,1,2. Makannya aku jadi kangen pingin nonton lagi seri sebelumnya. Oya, disinikan sutradaranya bukan James Wan ya, tapi si PN di Insidious 1 dan 2 yang akhirnya memegang jadi sutradara disini. Mungkin dibeberapa bagian pengemasannya masih tidak semememikat Insidious 1 dan 2, tapi bagiku untuk orang yang baru memegang peran sebagai sutradara seperti dia ini adalah sebua awal yang baik untuk permulaan sebuah film horror.


Salam, ADLN_haezh

Komentar

Posting Komentar

Syarat menambahkan komentar:

>> Jangan berkomentar dengan menggunakan Anynomous
>> Gunakan account google kamu atau jika tidak gunakan URL, yang penting ada nama kalian.. :)
>> Tidak menerima komentar berisi spam..
>> Apabila komentar tidak muncul, berarti komentar kalian belum di moderasi. Jadi tolong mengerti ya.. :)

terimakasih

-------------------------------------||-------------------------------------

Regulation to fill the comment box:

>> Don't use Anynomous
>> Use your google account or just your link/ URL. The main point is, always put your name here :)
>> Cannot receive any spam comment such as comment that it's not relevant with my topic
>> When your comment does not appear, it because I haven't approve that or I haven't read that. So just wait until I read that, please understand :)

Thank you